Jadzab

Selamat siang malam!

Ingin ku teriak, namun tenggorokan penuh dahak.
Semakin ku desak, nafas tersengal-sengal sesak.
Keluarlah!!!
Teriaklah!!!
Tak apa jika sekedar menyerak.
Tak apa jika memang tak memekak.

Aku tak mau jadi pengganggu.
Apa kau tak pandang tubuh kumal itu telanjang?
Apa kau tak diberi isyarat burung Gereja tengah istirahat?
Apa wanita berhawa hangat di sampingmu masih tak cukup ni'mat?
Aku tak mau jadi pengganggu.

Selamat siang malam!

Ingin ku menggigil, namun dingin tak hadir.
Semakin ku panggil, angin mendesir dekil.
Datanglah!!!
Menggemalah!!!
Tak jadi soal bila hanya menggelinding.
Tak jadi soal bila memang tak nyaring.

Pria gila itu tertawa.
Menikam wanita gila yang beda kasta.
Dunia tak bergerak sejenak.
Aku mencari suaraku yang serak.
Namun, pria gila itu membunuhnya.
Kemudian, wanita gila itu bersumpah tak ikut menumpahkan darah.

Burung Gereja terjaga.
Dikibas-kibaskan sayapnya.
Bulu-bulunya ditumpahkan pada telinga.
Matanya masih membaca keganjilan dunia---aku dan kedua orang gila itu.
Dunia tak bergerak sejenak.
Aku mencari suaraku yang serak.
Namun, pria gila itu membakarnya.
Kemudian, wanita gila itu bersumpah tak ikut menyulut minyak tanah.

Hangat wanita di sampingku mengerat.
Dadanya tak lagi padat.
Bibirnya tak lagi mengkilat.
Tubuhnya tak lagi memikat.
Dunia tak bergerak sejenak.
Aku mencari suaraku yang serak.
Namun, pria gila itu menguburnya.
Kemudian, wanita gila itu bersumpah tak ikut menggali sejengkal pun tanah.

Selamat siang malam!

Ingin sekali pria gila itu aku maki.
Namun, entah ke mana suaraku pergi.
Ingin sekali wanita gila itu aku caci.
Namun, entah kapan suaraku kembali.

Selamat siang malam!

Ingin sekali kedua orang gila beda kasta itu aku obati.
Aku sembuhkan dengan mantra-mantraku yang terampuh.
Lalu, ku hembuskan pada buhul-buhul mereka yang rapuh.
Atau, ku basuhkan pada embun-embunan mereka yang berpeluh.
Namun .......

Aku tak mau jadi pengganggu.
Apa kau tak menontonku saat ditombak oleh nafsu yang tak berawak?
Apa kau tak saksikan aku yang terkapar dikobaran api pembenaran?
Apa kau tak lihat aku yang sekarat dalam liang lahat?
Aku tak mau jadi pengganggu.

Selamat siang malam!

Oh, betapa enaknya jadi orang gila.
Ke mana-mana dipuja-puja.
Oh, betapa ni'matnya jadi orang gila.
Di mana-mana dipuja-puja.

Aku tak mau jadi pengganggu.
Ke mana-mana dihina.
Aku tak mau jadi pengganggu.
Di mana-mana dihina.

Pria gila itu menusuk kupingku.
Tembus, namun hanya terdengar menghembus.
Mengiris lidahku.
Tersigar, namun hanya terasa getar.
Dan, wanita gila itu menginjak-injak kelaminku.
Bengkak, namun tak telak.
Merobek dadaku.
Terbelah, namun tak pecah.

Aku tak mau jadi pengganggu.
Mengapa kau tetap merayu?
Apa yang kau mau?
Bagaimana agar kau malu?
Kapan kau bisa tahu?
Aku tak mau jadi pengganggu.

Selamat siang malam!

Kedua orang gila beda kasta itu menelantangkanku.
Kedua kakiku dibariskan di neraka.
Kedua tanganku diarakkan ke surga.
Kepalaku disepak-sepak hingga aku gila.
Sungguh-sungguh gila.
Dan, tergila-gila pada yang gila-gila.

Kami---Aku, pria gila itu dan, wanita gila itu,
Kini benar-benar gila.
Sembari saling bangga pada kegilaan masing-masing kita.

Selamat siang malam!
Aku tak mau jadi pengganggu.
Ingin aku .......


Semarang,
04:24/221011.
Previous
Next Post »