Sajak Kepahlawanan

Tampak sajakmu tak jinak.
Menyentak, menyalak.
Apa itu yang menyesak di benak?

Tidak, jejak sepakmu selalu menerjang lunak.
Mendarat di ubun-ubun tiap anak tak berbapak.
Mengasapi dapur semua janda yang terisak.
Juga memeluk para tuna di keputusasaan yang memuncak.

Kau pungut nasib kusut.
Melerainya lembut.
Dari tempat terpencil sampai medan perang para martir.
Dari negeri tanpa peta hingga negeri yang tak bernama.

Maka, aku yang paling lantang menentang.
Anggapan jalang pada sajakmu yang terlentang.
Biarkan ia menelan sajak-sajak popular.
Sajak para pesakitan yang kian memprihatinkan.

Maka, aku yang akan berdiri di shaf nomor satu.
Mengukuhkan sajakmu sebagai sajak kepahlawanan.
Mereka menentang, mereka pecundang.
Antek berbagai bias kepentingan.

Tampak sajakmu tak jinak.
Menyentak, menyalak.
Apa itu yang menyesak di benak?

Tidak, tanah bekas langkahmu selalu berbuah berkah.
Sawah subur.
Nelayan makmur.
Keluh buruh kabur.
Tangis anak-anak di jalan luntur.

Sebab, hama-hama kau terima.
Badai kau belai.
Segala rintihan kau pegang.
Semua kau musnahkan dalam sajakmu yang nakal;
Sajak kepahlawanan.



Semarang,
19:37/100412.
Previous
Next Post »