Revolusi Intelektual dan Moralitas

Apa jadinya negara ini jika setiap hari terus didera permasalahan yang tidak ada ujung pangkal penyelesaiannya. Masalah muncul dan tenggelam tanpa ada kejelasan. Dalam berbagai situasi yang dapat kita lihat akhir-akhir ini lewat media, baik elektronik maupun cetak, sebenarnya hal-hal tersebut dapat sangat mendidik masyarakat. Coba kita perhatikan, berbagai "borok" di birokrasi begitu terang dapat disaksikan hingga sedemikian rupa. Belum lagi, sikap para politisi dan para birokrat sendiri yang jika diamati terkadang sangat menggelikan, kalau tidak dibilang kekanak-kanakan.

Dari berbagai hal yang terungkap, kelihatannya bangsa ini harus berani untuk melakukan sebuah revolusi intelektual dan moral. Dimana keduanya harus berjalan seiring untuk merekonstruksi bangsa secara fundamental. Sehingga semua penyakit akut yang telah diderita bangsa ini dapat sembuh total.

Intelektual merupakan sebuah kecerdasan inteligensi. Sebuah potensi inilah yang bisa menjadikan bangsa ini tidak stagnan. Dengan mengeksploitasinya secara maksimal, bangsa ini diharapkan akan mampu untuk berpikir secara kreatif dan mendalam dengan acuan rasionalitas. Dengan rasionalitas inilah bangsa ini akan mampu melahirkan generasi-generasi yang kokoh dengan ide-ide yang brilian sesuai konteks yang ada serta dapat melakukan inovasi-inovasi baru. Tanpa melebih-lebihkan, intelektual terbukti telah merubah masyarakat Eropa yang bar-bar menjelma menjadi sebuah peradaban yang unggul di dunia saat ini. Ibrah ini wajib diambil oleh bangsa ini.

Banyaknya yayasan dan institusi pendidikan yang ada di negeri ini, seharusnya bangsa ini sudah memiliki intelektualitas yang tinggi. Sayangnya, yayasan dan institusi pendidikan yang ada di negeri ini, secara intern ke-birokrasi-annya sendiri sudah terdistorsi menjadi sebuah formalitas an sich. Yayasan dan institusi pendidikan yang ada hanya terfokus pada suatu nilai yang ada dilembaran kertas, bukan yang ada pada peserta didik. Jika alat produksinya saja sudah tidak beres, tentu out put dan out come-nya bisa dipastikan kualitasnya seperti apa. Jika pusat penggemblengan intelektualitas sudah remuk redam, tentu kualitas intelektual-intelektual yang lahir tidak jauh beda. Seperti pepatah bilang, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.

Kita tidak usah menyangkal kalau out put dan out come pendidikan kita tidak beres. Jika kita ingin melihat buktinya, kita bisa melihatnya dari sikap para birokrat bangsa ini, tentu tidak seluruhnya. Mayoritas para birokrat tersebut adalah lulusan dari institusi dan yayasan pendidikan. Kasarnya adalah orang yang berpendidikan.

Dari adegan birokrasi bangsa ini dimedia itu kita bisa menilai betapa intelektual kita sangat memprihatinkan. Penjilat, bermuka dua, berpikiran picik dan sempit, serta pragmatis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, jika para birokrasi bangsa ini ingin diperbaiki maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah dengan merevitalisasi dan merevolusi intelektualitas bangsa ini.

Yang kedua yaitu moralitas. Moralitas adalah nilai-nilai, sikap-sikap dan norma-norma yang mulia. Moralitas harus dibimbing sejak dini, yaitu dilakukan oleh pihak keluarga. Setelah itu lingkungan dimana seseorang hidup.

Dari media pula, moralitas bangsa ini dapat digambarkan sebagai penganut animalisme. Hukum rimba yang terus-menerus dilanggengkan. Oleh karena itu, revolusi moralitas wajib dilakukan untuk menyongsong bangsa Indonesia yang "toto titi tentrem karto raharjo". Wallahu a'lam.

Badai pasti berlalu. Semoga segala permasalah yang menimpa nusantara ini tidak berkelanjutan pada disintegrasi bangsa. Amin.
Previous
Next Post »