Bagaimana Persepsi Doa Versi Anda?


Dalam suatu kesempatan ada seseorang menasehati sahabatnya yang sedang dirundung suatu masalah pelik, yang baginya hanya bisa hilang dengan suatu keajaiban. Nasehatnya, ia disuruh memohon petunjuk dan solusi kepada Tuhan agar masalah tersebut cepat tuntas. Tuhan pasti akan mengabulkan permintaan hambanya, sebab Dia telah berjanji dalam kitab suci-Nya. Karena seorang pemeluk agama Islam, ia pun mengutip ayat Al-Qur’an sebagai landasan nasehatnya tersebut:
"Wa idza sa'alaka 'ibadi fainnii qoriib, ujibud-da'watad-da'i idza da'aan, falyastajibulii, wal yu'minuu bii, la'allahum yarsyuduun"
Meski sahabat yang sedang dirundung masalah tersebut juga seorang pemeluk agama Islam, ia tidak begitu saja menurutkan nasehat sahabatnya itu untuk mencairkan masalah peliknya. Bahkan sebaliknya, ia justru malah menasehati temannya yang menasehati tadi. Nasehatnya, seharusnya kita malu kepada Tuhan. Kurang apa Dia memberi kita? Semuanya telah diberikan kepada kita dengan cuma-cuma. Meski Dia berjanji pasti akan mengabulkan permintaan kita, pantaskah hal itu kita lakukan? Lalu dia menganalogikan seperti ini; Jika kita seorang karyawan yang semua kebutuhan kita tanpa kita minta telah dicukupi oleh majikan kita, pantaskah kita meminta sesuatu yang lain lagi meskipun majikan kita juga berjanji akan memenuhi apa yang kita pinta? Rasanya kok tidak sopan jika kita melakukan hal tersebut kepada majikan kita, walaupun ada hal-hal atau kebutuhan-kebutuhan kita yang tidak ia ketahui. Apalagi kepada Tuhan yang notabene Maha Tahu segala hal, termasuk semua kebutuhan makhluk-Nya.
Tentu bukan begitu, sanggah sahabat pemberi nasehat yang pertama. Jika kita tidak mau meminta dan memohon kepada Tuhan, justru kita terkesan angkuh, sombong dan sok mempunyai kemampuan untuk memenuhi dengan sendiri kebutuhan sendiri. Padahal sebagai manusia, kita tak sedikit pun punya daya dan kemampuan untuk itu dan hanya Tuhan-lah yang memiliki; لا حول ولا قوۃ ٳلا بالله. Seorang Muhammad SAW, manusia termulia di bumi ini saja berdoa dan memohon kepada-Nya. Kita yang hina ini harusnya meniru dan meneladani beliau. Dan itulah justru kesopanan bagi kita manusia dalam beretika kepada Tuhan. Bukan menuruti etika versi kita sendiri.
Sebagai seorang yang kritis, lalu sahabat yang sedang dilanda masalah tersebut mempertanyakan janji Tuhan yang pasti mengabulkan doa itu. Pasalnya, ia yakin banyak diantara warga negara yang peduli pada keadaan negeri ini telah berdoa agar problem bangsa yang tak kunjung habis ini cepat menguap dan lenyap. Toh, faktanya, negeri ini tetap saja diselubungi asap masalah yang tak kunjung henti. Belum lagi aktivis-aktivis perdamaian, ia yakin mereka juga telah memohon demi terciptanya dunia yang tenang dan damai. Namun, keadaan di dunia terus saja bersitegang mulai dari Asia, Afrika sampai Eropa.
Sebenarnya hal itu tidak layak kita jadikan alasan untuk mendiskreditkan Tuhan tentang kredibilitas janji-Nya. Harusnya kita introspeksi diri kita sendiri mengapa permohonan kita kepada-Nya tidak diluluskan. Ada yang salah atau mungkin ada yang kurang pada kita sehingga doa kita hanya mangkir dan membekas dibibir. Tuhan pasti juga punya kriteria-kriteria tersendiri bagi doa yang layak direalisasikan dan yang tidak. Begitulah penjelasan sahabat pemberi nasehat.
Di akhir kesempatan itu, sahabat yang sedang punya masalah itu berargumen dan berkata: Apakah diantara berjuta bangsa ini tidak ada satu pun yang memenuhi kriteria Tuhan untuk mengabulkan doa mereka sehingga bangsa kita benar-benar “merdeka”? Dari sini, aku rasa Tuhan tidak punya kriteria apa pun tentang pengabulan doa. Dia hanya mengabulkan doa jika doa itu sesuai dengan kehendak-Nya saja. Kalau boleh dikata dengan bahasa yang agak ekstrim, Tuhan hanya akan mengabulkan doa jika doa itu sesuai dengan selera-Nya. Dan, kehendak-Nya atau selera-Nya itu pastilah yang terbaik bagi umat seluruh alam. Karena pengetahuan kita terbatas dan tidak mungkin mengerti apa dan bagaimana selera-Nya, disamping karena kurang sopan rasanya meminta kepada-Nya yang mana telah banyak memberi kita berbagai hal tanpa kita minta, maka alangkah baiknya jika kita hanya meminta dan memohon kepada-Nya satu hal saja, yaitu kebaikan dunia dan akhirat; sebuah permintaan dan permohonan yang cerdas, yaitu sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an:
"Robbana atina fiddunya hasanah, wafil akhiroti khasanah, waqina adzaban-nar"

Dari penggalan cerita di atas, silahkan anda sepikiran dengan siapa mengenai doa; si sahabat yang menasehati atau sahabat yang sedang dilanda masalah. Toh, kebenaran yang sebenarnya hanya milik Allah SWT. Dan pintu ijtihad akan terus terbuka bagi mereka yang benar-benar mencari KEBENARAN, bukan pembenaran.



Semarang,
00:14/201211.
Previous
Next Post »