Nafas Abadi Pukul Delapan Pagi

Aku datang dengan sengal nafas yang tak bergerigi.
Jam delapan pagi diantara puing janji.
Klakson mobil hasil lobi memaki.
Aku khawatir bekas asap rokokku tak mampu mampir.

Dimana segores senyum semalam?
Apa benar ia diusir gonggong anjing di pertigaan?
Apa merasa murahan lalu ia pergi tanpa permisi?

Hingga matahari tak berbayang.
Hingga mega berganti legam.
Hingga malam menggelar pagi pukul delapan lagi.
Tak ada yang tertafsirkan.
Kemana binar pertemuan semalam?
Kembali aku menerka di sengal nafas penuh tanya.

Aku datang pukul delapan pagi lagi.
Aku datang dengan sengal nafas semakin beringas.
Aku datang menjemput kecewa yang tak bergegas.
Aku datang memetik emosi pagi di deru nafas.

Kali ini aku tak menemukan sejumput raut.
Ruang tempat istirahat lenyap.
Dentang tak henti menjanjikan nafas abadi.

Aku kembali datang tepat pukul delapan pagi.
Ke kecup tangan-tangan wangi.
Diajarinya aku melubangi nurani.
Dituntunnya aku menerobos titik suci.
Kini aku mengerti, harga diri adalah materi.



Semarang,
00:55/170312.
Previous
Next Post »