Angelina, Dengar Selebung Itu!

Menolehlah, wahai Angelina!
Bulumu memutih sebelum Gagak pulih.
Dengar, selubung itu tak ingin tersapih.

Angelina, tertulis di rahim ibumu bahwa akulah lelaki pendusta yang kau cari.
Akulah bayang kegelisahan di malam khayalmu.
Aku, dan memang aku yang menjelma Sengkuni dihiruk-pikuk mimpimu.
Dengar, selubung itu mengatai.

Menolehlah, wahai Angelina!
Mungil betismu di papan reklame mendesis.
Menyebar kabar bahwa kaulah si tukang ramal.
Di salon, di spa, di kebugaran, di pelacuran, di sekolahan.
Dengar, selubung itu membui putrimu.

Angelina, jangan kira cuaca sirna.
Puluhan Maret ini, pamor dan glamor menggoda cidera.
Gua tempat bersimpuh rapuh, runtuh.
Luruh dalam hentakan kedua media.
Dengar, selubung itu membutakanmu.

Menolehlah, wahai Angelina!
Kondemu, kebayamu, gemulai tingkahmu.
Dengar, selubung itu mengubur idealmu.

Menolehlah, wahai Angelina!
Cermin leluhurmu cukup lebar sebelum Gagak putih menerkam.
Dengar, selubung itu ingin kau tak mengenal siapa dirimu.



Semarang,
00:14/090312.
Previous
Next Post »