Obrolan Sesama Dunia Ketiga

Sebagai debu aku harus tergulai melunglai.
Menyisir bisikan-bisikan angin yang mendesir.
Terhempas melemas dalam titian-titian ruang yang berang.
Hingga pastinya tergeletak pada jejak-jejak yang mustahil tak terinjak.

Tak usahlah singgah jika wajahmu yang ramah telah memerah.
Jangan pula bersua jika hatimu tak bersurya.
Sebagai debu aku telah lelah menyusuri sudut-sudut arah.
Terlalu letih menyulam alam yang kau diktekan.

Sepanjang pohon hegemoni berhembus aku tak bisa tak tergerus.
Tak mampu menonjolkan dada dengan segala daya tarik yang aku punya.
Sebagai debu aku tak mampu menggoyang kerikil yang membuat kerdil.
Apalagi mencipta angin yang menyehatkan batin.

Bukan rindangnya kapitalis yang menggerakkan si miskin memanen air mata di alis.
Bukan pula rimbunnya sosialis yang membuat jeda sedunya tangis.
Penerimaan sebagai debu-lah yang membuatku gerah jika tak goyah.
Tentu saja ini adalah rekayasa mereka yang merasa paling benar dan berkuasa.

Tak bisakah debu-debu bersatu menjadikan pohon-pohon itu layu?
Tak bisakah jumlah debu yang lebih banyak ini mengkudeta para pemeras bumi?
Tak mungkinkah debu-debu mempunyai kearifan dan kebijakan untuk berperan sebagai khalifah Tuhan?
Kita akan terus mendebu jika kesadaran kita sebagai debu tak juga kita sapu.



Semarang,
01:22/260911.
Previous
Next Post »