Sang Pemimpin

Membaca judul di atas, sebagian orang mungkin pikirannya tertuju pada sosok Machiavelli. Meskipun banyak orang yang mengecam dan menuduh ia sesat. Bagi saya pribadi, ia merupakan salah satu tokoh yang sangat jujur dalam menganalisis perpolitikan pada zamannya yang akhirnya melahirkan karya yang sama dengan judul di atas.
Akhir-akhir ini, saat melihat baliho dan poster-poster dipinggir jalan saya merasa muak. Bukan baliho iklan, dan bukan pula poster-poster pertunjukan. Melainkan baliho dan poster-poster calon pemimpin. Tidak penting rasanya saya sebutkan tentang pemiihan pemimpin apa dan dimana, sebab proses pemilihan seorang pemimpin di negara ini hampir semua sama disetiap levelnya. Mulai dari presiden hingga sub-subnya yang paling rendah.

Diantara hal yang paling memuakkan pada baliho dan poster itu adalah kata-kata yang tertera disitu. Kata-kata yang didesain dengan indah itu. Kalimat-kalimat yang mendamaikan hati itu. Benarkah kata-kata dan kalimat-kalimat itu benar-benar terealisasi? Mungkin kita semua bisa menjawabnya tanpa harus berpikir dalam.


         "Kalau cuma ngomong burung beo pun bisa", Iwan Fals.


Pada masa-masa pemilihan pemimpin, bisa dipastikan betapa "perhatiannya" para "bapak-bapak" kita terhadap "kita." Kalau boleh saya bahasakan seperti orang tua yang sedang menghentikan tangis anaknya. Semua rayuan dan janji-janji diberikan, kalau bukan ditakut-takuti dengan genderuwo atau monster. Pokoknya, semua usaha dicoba dilakukan untuk meredam tangis sang anak. Begitulah mungkin gambaran mereka. Begitu selesai masa pemilihan, apa yang dilakukan "bapak-bapak" kita pada kita? Mungkin sebagian dari kita juga sudah tahu jawabannya tanpa harus berpikir sejenak tentunya.

Parahnya, tradisi ini "diamini" secara kolektif oleh kita, kalau tidak secara praktis, lisan atau pun mungkin hanya dalam hati. Argumen klasik yg bersifat filosofis pun keluar dengan bangga. Katanya; "Kalau tidak ikut ngedan, kita tidak akan keduman." Akankah keburukan kolektif ini terus kita lestarikan? Aku yakin hati anda bisa menjawabnya dengan spontan.

Kalau kita mau menganalisis fenomena perpolitikan di negeri ini, mungkin hasil yang akan kita temukan tak jauh beda dengan apa yang ditemukan Machiavelli pada awal zaman modernitas. Sebuah kejujuran yang bila dipraktekkan justru akan menyesatkan. Na'udzubillah!!

Semoga Tuhan selalu merahmati semua elemen bangsa ini. Amin.
Oldest